Valentine’s Day dalam Pandangan Islam
Dari : Syabani S.Ag
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangNya. Sesungguhnya pendenganran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isro : 36)
Hari Valentine (St. Valentine’s Day) atau bisa disebut sebagai hari kasih sayang jatuh pada tanggal 14 Februari. Hari tersebut sangat popular di negara-negara Eropa dan Amerika. Pada hari itu, terutama kaum remaja biasanya merayakan dengan hura-hura. Mereka datang ke pesta-pesta, berdansa semalam suntuk, saling memberi hadiah, kue coklat dan kegiatan-kegiatan yang berbau maksiat lainnya. Bahkan hal-hal yang boleh dikerjakan oleh pasangan suami istri juga mereka lakukan (naudzubiilah min dzalik).
Bagaimana di Indonesia ? Tampaknya, tak jauh berbeda dengan remaja-remaja luar negeri sana. Mereka yang notebene-nya muslim dan muslimah, menjiplak habis-habisan perilaku permisif dan serba halal yang dilakoni oleh orang Barat. Hal ini, tentu saja sangat memperhatinkan karena kalau dilihat dari latar belakang sejarahnya perayaan Valentine, bukan berasal dari ajaran Islam. Tapi bukan hanya itu masalahnya. Akan tetapi perayaan Valentine selalu dibarengi dengan kegiatan-kegiatan yang mubadzir, berbau-bau jahiliyah dan cenderung kepada kemaksiatan.
Secara etimologis Valentine berasal dari kata Valentinus yang artinya adalah suatu kartu ucapan selamat yang dikirimkan kepada orang yang disayangi, baik yang benar-benar disayangi atau yang pura-pura disayangi. Berdasarkan keterangan yang dikutip oleh Webster’s New 20th Century dictionary, perayaan valentine berasal dari perayaan Lupercalia. Yaitu upacara ritual yang dilakukan oleh orang Romawi kuno setiap tanggal 15 Februari sebagai penghormatan kepada Lupercus, dewa padang rumput yang di deskripsikan mempunyai tanduk, kaki dan telinga seperti kambing. Pada perayaan itu, nama-nama wanita dimasukkan ke dalam jambangan bunga. Setiap pria yang hadir mengambil secarik kertas. Wanita yang namanya tertera dalam kertas itu menjadi teman kencannya semalam suntuk.
Kemudian pada tahun 469 pihak gereja yakni Paus Celecius mengubahnya menjadi tanggal 14 Februari untuk mengenang kematian seorang pendeta yag bernamanya Saint Valentine yang tewas sebagai martir pada abad III dan Paus menetapkannya sebagai Valentine’s Day. Pendeta Valentine menjadi martir karena ia berani menikahkan sepasang muda mudi yang pada saat dilarang Caludius II, kaisar Romawi. Akibatnya, sang Pastur dihukum pancung tanggal 14 Februari 269. Ketika Pastor Valentine dipenjara, banyak surat-surat yang simpati dari pemuda-pemudi yang sedang kasmaran yang ditujukan kepadanya. Melalui surat itulah, mereka mengungkapkan perasaan sayangnya kepada kekasihnya dan berharap mereka bisa menikah.
Sesungguhnya kalau kita menyadari apa yang sebenarnya terjadi dibalik perayaan hari Valentine sudah tdak akan berminat untuk merayakannya. Allah telah berfirman dalam Q.S Al-baqarah : 20
“ Orang-orang Yahudi dan Nasrani (Kristen) tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti ajaran mereka.”
Jelas sudah bahwa mereka senantiasa benci kepada kita kecuali kita ikut berpartisipasi pada acara ritual mereka. Gaya hidup mereka, model pakaian mereka dan pola berfikir yang mereka miliki adalah salah satu sarana mereka untuk memurtadkan, kita tanpa kita sadari. Dan media massa seperti koran, tabloid, televisi dan radio, majalah dan lain-lain adalah sarana yang sangat efektif mengkampanyekan program-program mereka. Jika kita terlibat didalamnya, kita akan dijerumuskan ke dalam kemaksiatan tanpa kita sadari.
Valentine adalah kegiatan ritual yang bukan berasal dari ajaran Islam. Dalam pemahaman Islam, kegiatan ritual yang bukan berdasarkan syariat Islam dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW seperti halnya Natal, tahun baru Masehi, Imlek dan sebagainya haruskah kita tolak. Seperti Rasulullah SAW menyikapi tawaran kaum Quraisy untuk sama-sama melaksanakan ibadah secara Islam dan ibadah Jahiliyah secara bergantian. Tawaran itu dijawab Allah SWT dengan turunnya Q.S Al-kafiruun : 6, “Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku”
Dalam masalah akidah dan ibadah Islam mengajarkan kita untuk bersikap tegas. Dengan begitu kemuliaan Islam dan umatnya terjaga. Dinul Islam sarat dengan nilai kasih sayang. Bahkan tegaknya Dinul Islam itu atas dasar kasih sayang. Sejalan dengan Rasulullah juga pernah menyampaikan : “Belum sempurna iman seseorang hingga ia mencintai Saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
Kasih sayang dalam Islam brsifat universal. Ia tidak dibatasi oleh ruang waktu, ia juga tidak dibatasi oleh objek dan motif. Kasih sayang diwujudkan dalam bentuk yang nyata seperti silaturrahim, menjenguk orang sakit, meringankan beban tetangga yang sedang ditimpa musibah, mendamaikan orang yang berselisih mengajak kepada kebenaran (amar ma’ruf) dan mencegah dari perbuatan munkar.
Sudah saatnya pemuda Islam sadar dari keterpurukan dan bangkit menyongsong masa depan yang sudah berada di tangan Islam. Kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau tidak kita, lalu siapa lagi ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar